Thursday, November 29, 2007

Goes to Berat Badan Ideal

Dua minggu pertama kerja di Arafah, berat badan saya naik 1 kg. Sebelum kerja, terakhir menimbang badan, tercatat 52 kg. Di awal masuk kerja, tersisa 49 kg. Sekarang sudah berada di titik 50 kg. Progress yang lumayan signifikan. Program penggemukkan badan saya, mulai terlihat hasilnya.

Saya pernah mencoba test di sebuah iklan viral produk makanan untuk diet. Dengan tinggi badan 169 cm, berat badan saya yang saat itu cuma 52 kg, termasuk kategori underweight, alias terlalu kurus. Idealnya, sekitar 59 kg. Jadilah, sejak itu saya punya obsesi menambah berat badan menuju titik ideal. Kalo selama ini, orang-orang sibuk dengan program diet, saya menentang arus dengan program penggemukan badan.

Let’s Go…!

Tuesday, November 27, 2007

Fire…!


One minute for strategy…

Change your guns to fire mode…

Close your google, now…

And Go…!

Saya segera bergerak sesuai strategi yang telah kami rancang. Mas Anto, standby di belakang. Membidik musuh yang ada di depan kami. Saya, bergerak ke kiri depan, mencari posisi terdekat ke lawan. Di belakang saya, mas Idris siap mengcover pergerakan saya. Di sisi kanan, Saiful merangsek ke depan, dibayangi mas Fuisa yang melindungi pergerakannya. Kami berlima, melawan musuh dengan jumlah yang sama.

Berondongan peluru menyambut saya di tempat perlindungan pertama. Tumpukan ban bekas menjadi korban peluru lawan. Dari balik perlindungan, saya lihat ada dua musuh yang masuk jangkauan tembak. Tapi, keduanya berada pada posisi yang cukup aman, terlindung dibalik papan bambu dan tumpukan ban bekas. Di posisi yang lebih jauh, seorang sniper mengincar dari balik tembok bata. Moncong senjatanya mencuat dari lubang tembok.

Fuiuhhh…!.Tegang, takut, gregetan, lebur jadi satu. Ingin rasanya, menghabisi musuh sebanyak mungkin. Tapi, saya yakin musuh juga kebelet menembakkan pelurunya. Saya coba melihat kebelakang, Mas Idris dalam posisi tiarap. Untuk bergerak lebih dekat ke musuh, saya harus mendapat jaminan pengcoveran dari mas Idris. Ketiadaan alat komunikasi jarak jauh, cukup menyulitkan komunikasi rahasia ini. Bodoh kalo musuh juga mendengar omongan rahasia saya dengan mas Idris.

Tret… tet… tet… tet…! Suara tembakan dari arah kanan. Tampaknya Saiful dan mas Fuisa mulai berpesta dengan berondongan senjatanya. Saya lihat ke depan, dua musuh terpancing dengan suara tembakan. Mereka tidak lagi mengarahkan senjatanya ke posisi saya. Kesempatan emas neeh, batin saya. Secepatnya saya bidik badan musuh yang sedikit keluar dari balik perlindungan. Tret…! Cukup satu tembakan untuk melumpuhkan korban pertama.

Bidikan masih saya arahkan ke posisi yang sama. Mangsa kedua yang menyadari temannya roboh, segera membidik ke arah saya. Sayang, responnya terlambat, Tembakan kedua saya lebih cepat melesat, tepat mengenai rahangnya.

Berita duka, mas Idris tertembak. Tapi, satu musuh berhasil dilumpuhkan mas Anto. Kini posisinya 4 lawan 2, kami lebih berani ke depan. Satu musuh kembali terkapar. Mungkin Saiful yang berhasil menjatuhkannya. Kami lebih merangsek ke arah lawan.

Melihat posisi sudah aman, saya berani keluar dari perlindungan. Membidik ke arah sniper musuh yang berjuang sendirian, berlindung di balik tembok. Peluru belum sempat melesat, ketika akhirnya sasaran mengangkat tangan tanda menyerah.

Babak pertama, kami menang…!

Saturday, November 24, 2007

I want more, guys!

Pekan ini, lumayan banyak kerjaan. Dead line konsep iklan untuk majalah Arafah edisi Desember. Total ada 11 iklan yang harus saya buat konsep dan copywriting-nya. Lumayan, cukup bikin otak tegang.

Sebenarnya, saya sudah akrab dengan urusan deadline - deadline-an. Lima tahun kuliah di Arsitektur, cukup mengenyangkan dengan makan deadline. Apalagi, menjelang ujian semester. Ga ada waktu buat belajar, lebih penting mberesin tugas yang seabrek. Toh, nilai lebih banyak diambil dari tugas. Ujian, buat formalitas aja.

Saya excited banget dengan job ngonsep iklan ini. Bisa dibilang, ini kerjaan pertama saya di perusahaan. Sebelumnya, lebih banyak observasi dan adaptasi lingkungan kerja. Selain iklan, saya juga nyumbang satu tulisan liputan program Toko Buku Arafah. Istilah kerennya, advertorial atau advertising sekaligus editorial. Semuanya, pekerjaan yang “ gue banget “ gitu.

Ya wis, semoga makin banyak aja kerjaan kaya gini. Kerja terasa ga kerja, karena saya cinta dunia copywriting. Saya jadi inget adagium “ Love your work, not your company “, yang artinya “ cintailah pekerjaanmu, bukan perusahaanmu “. Kena banget tuch…

Friday, November 23, 2007

Bedah Buku 39 Cara Membantu Mujahidin


Hari Ahad tanggal 18 November kemarin, suasana TB. Arafah terlihat lebih ramai. Pagi itu, puluhan pengunjung memenuhi TB. Arafah untuk mengikuti program bedah buku 39 Cara Membantu Mujahidin. Buku bermutu karya Muhammad bin Ahmad As-Salim ini, diterbitkan oleh Media Islamika, imprint dari Penerbitan Arafah yang fokus pada tema pergerakan Islam di seluruh dunia. Buku ini terbit sebagai upaya membumikan kewajiban jihad yang mulai dilupakan oleh ummat Islam.

Jam 09.00 acara dimulai, dipandu oleh Ustadz Wahyudi, yang juga karyawan Arafah Group. Dan menghadirkan narasumber Ustadz Isa Anshari, SS, alumnus Jurusan Sejarah Universitas Padjadjaran. Yang saat ini sedang menempuh Program Magister Studi Islam konsentrasi Pemikiran dan Peradaban Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Beliau menyampaikan latar belakang kewajiban jihad, tata cara ibadah jihad, dan hal lain seputar jihad.

Setelah sesi penyampaian materi selama 30 menit, acara dilanjutkan dengan tanya jawab. Beberapa peserta langsung berebut menunjukan tangan, begitu moderator membuka termin pertama. Padahal pertanyaan dibatasi hanya untuk 3 penanya. Penanya pertama adalah Bayu, pelajar SMA MTA Surakarta . Bayu mennyakan apakah peristiwa bom yang marak di Indonesia bebrapa tahun lalu, termasuk aksi jihad. Dan peran apa yang bisa dilakukan oleh pelajar untuk membantu perjuangan jihad saat ini. Kedua penanya selanjutnya juga berasal dari SMA MTA Surakarta. Semangat anak muda memang tidak boleh diremehkan. Kemudian ada satu pertanyaan tambahan dari seorang akhwat yang disampaikan secara tertulis. Seluruh pertanyaan tadi, ditanggapi dengan baik oleh pembicara, Ustadz Isa Anshary, SS. Sehingga, penanya cukup puas dengan jawaban yang disampaikan oleh pembicara.

Karena keterbatasan waktu, sesi tanya jawab dicukupkan sampai jam 10 saja. Walaupun, sebenarnya beberapa peserta bedah buku masih ingin bertanya. Semoga buku 39 Cara Membantu Mujahidin bisa menjawab pertanyaan peserta yang belum sempat disampaikan. Termasuk pertanyaan dari seluruh ummat Islam di Indnesia.

Dari kartu saran yang diisi peserta bedah buku, hampir seluruh peserta merasa puas dengan program TB. Arafah ini. Ada juga yang meminta untuk dihubungi pada program bedah buku berikutnya. Jadi, tunggu saja program bermutu TB. Arafah lainnya selama bulan Desember.

Thursday, November 22, 2007

Belajar lebih dewasa…

Melihat umur saya yang menjelang dua puluh tiga , seharusnya sudah saatnya saya menjadi dewasa. Tapi, umur bukan ukuran kedewasaan seseorang. Saya masih suka slengekan, bahkan kolokan. Egois yang mendominasi, keras kepala dan kadang manja. Lebih suka memposisikan diri sebagai pihak yang dilindungi dan diberi.

Sebenarnya, terkadang sisi kedewasaan saya bisa muncul lho. Biasanya ketika berinteraksi bersama teman yang usianya lebih muda.Ga tau kenapa, tiba-tiba saya jadi punya rasa untuk melindungi, kadang sampai menasihati. Apalagi, ketika harus berurusan dengan lawan jenis. Langsung dech, sok maskulin dan kebapakan gitu.

Dari pengamatan saya dan mengutip dari beberapa sumber, ada beberapa cara proses kedewasaan. Yang pertama, dewasa karena kondisi keluarga. Biasanya orang yang punya adik, lebih terkondisikan jadi lebih dewasa. Malu donk, masa ga dianggep sama adiknya. Apalagi anak pertama dan adik-adiknya juga banyak. Pasti dewasa banget tuch orang. Bagaimana tidak, dari kecil dia sudah harus membagi waktu bermainnya untuk momong sang adik. Makan juga secukupnya, untuk melebihkan bagian adik tercinta. Sekolahpun, ga perlu tinggi-tinggi. Mengalah untuk kepentingan pendidikan adik-adiknya.

Saya mengalami sendiri. Sebagai bungsu dari 7 bersaudara, saya tahu betul perjuangan kakak-kakak saya. Alhamdulillah, saya bisa dibiayai hingga sarjana, sementara dua mas dan dua mbak saya, hanya disekolahkan sampai SMA. Kalaupun sekarang ada juga yang bergelar sarjana, kuliahnya baru setelah dia bekerja. Pastinya, dengan biaya sendiri.

Yang kedua, dewasa karena lingkungan kerja. Ada orang yang aslinya manja banget, maklum anak terakhir. Tapi, ketika dia mulai kerja, dia dituntut menjadi lebih dewasa. Suasana kerja yang penuh persaingan, tapi harus bisa bekerja dalam tim. Deadline kerjaan yang datang bertubi-tubi, bahkan kritikan dan omelan pimpinan yang ga basa-basi. Kalo ga belajar lebih dewasa, susah untuk bisa bertahan lama.

Ketiga, dewasa karena lingungan pergaulan. Kalo saya lihat, orang yang memiliki pergaulan luas, punya kedewasaan yang lebih. Atau karena aktif di sebuah organisasi, yang mengharuskan sering menghadapi orang dengan berbagai karakter. Kehidupan kost juga bisa melatih seseorang lebih mandiri dan lebih dewasa.

Keempat, dewasa seiring bertambahnya usia. Tambah usia saja, tidak otomatis bisa membuat kita lebih dewasa. Tanpa upaya untuk belajar memahami perasaan orang lain, mengalah untuk kepentingan bersama dan belajar lebih mandiri, tambah usia hanya berarti menjadi tua saja.

Ya sudahlah, saya memang harus belajar untuk lebih dewasa …

Tuesday, November 20, 2007

Satu jam bersama…

Ahad siang kemarin, saya ngobrol sama anak SMA MTA. Mereka sedang observasi ke Arafah, perusahan tempat saya bekerja. Sebenarnya, ini masuk agenda bagian PR atau Humas. Tapi, karena Mas Naufal ( PR di perusahaan ) sedang ada kepentingan, jadilah saya yang menggantikan tugas beliau. Jam 10 lewat, acara baru dimulai. Mereka ber-tujuh dan saya seorang, total ada delapan orang anggota forum Ahad siang itu. Berbekal 7 lembar company profile Arafah, saya beranikan diri menghadapi audience. Saya awali dengan presentasi ( cie… ), paling sepuluh menit aja. Itupun direcoki pertanyaan-pertanyaan spontan audience. Ada yang nanya, kapan tanggal dan tahun berdirinya. Arafah. Waduh… saya cari di slide ga ada tuch.Ya udah, saya ngeles aja, “ yang saya tahu, ya sebelum tahun 2000… “.Alhamdulillah ga ada yang protes.

Sebelum sesi tanya jawab, saya persilahkan mereka minum Fruit Tea yang sudah disiapkan. Itung-itung buat persiapan untuk menjawab pertanyaan mereka. Syukur kalo sensasi apel-nya Fruit Tea bisa meredam nafsu bertanya segerombolan anak muda di hadapan saya.

Pertanyaan pertama, “ Apa saja program periklanan yang dilakukan oleh Arafah, Mas ? “. Daripada saya ngomong ga bener karena tidak sesuai fakta, saya jelasin aja prinsip pemasaran 4 P’s yang terkenal itu. Saya liat dari mukanya, terpampang wajah-wajah penuh kepuasan . Tapi, masih tersisa nafsu keingintahuan mereka.

Meluncur pertanyaan, “ Mas, apa event terbesar di arafah ? “. Saya inget, di majalah Arafah ( terbitan perusahaan ), ada iklan tentang komunitas tukang becak binaan Arafah. “ Salah satu event terbesar yang pernah kami selenggarakan, adalah Arafah Peduli Abang Becak. Ini merupakan program Corporate Social Resonbility ( CSR ), sebagai bentuk kepedulian Arafah terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar… “. Kemudian saya teruskan dengan menjelaskan apa itu CSR. Saya jadikan Unilever dengan program sosialnya sebagai perbandingan. Terlihat mimik kekaguman pada wajah-wajah di hadapan saya. Mungkin mereka pikir, sungguh hebat Arafah bisa menyelenggarakan program sekelas Unilever.

Jam setengah 12, pertemuan saya akhiri. Tak lupa saya minta saran dan kritik dari tamu saya. Masukan mereka pasti sangat berguna untuk kemajuan perusahaan. Sebelum pulang, saya kasih aja alamat blog dan email saya. Kalo yang ini sich, buat kepentingan pribadi saya…

Saturday, November 17, 2007

Katanya, ga mau jadi karyawan ?

Dulu pas masih kuliah, saya salah satu yang kerasukan Rich Dad vs Poor Dad-nya Om Bob Kiyosaki. Waktu itu, saya sampai sesumbar, karyawan is nothing. Atau, karyawan ? ke laut aje.Tapi, waktulah yang berbicara...

Saat ini, status saya adalah karyawan bagian pemasaran di sebuah perusahaan. Tapi, bukan berarti saya menyerah terhadap kenyataan lho. Keputusan menjadi karyawan, lahir dari pemikiran dan perenungan yang dalam. Bagi saya, menjadi karyawan bukan berarti jadi orang yang tidak bisa kaya. Itu kalo dilihat secara materi. Atau menjadi orang yang kalah dalam persaingan hidup. Dan bukan juga seorang yang telah kehilangan idealisme atau kreatifitasnya.

Menjadi karyawan hanya sekedar pilihan. Ketika kita bisa mengenali potensi diri, menjadi karyawan bisa menjadi pilihan hidup paling tepat. Atau juga ternyata kita lebih berpotensi menjadi bos, jadilah seorang bos yang sukses. Bisa menyejahterakan perusahan dan seluruh karyawannya. Memberi manfat untuk masyarakat. Dan bisa jadi tauladan yang baik untuk semua orang.

Sekali lagi, saya memang seorang karyawan. Tapi saya akan buktikan, bahwa menjadi karyawan bukanlah aib atau bahkan kutukan. Bisa bermanfaat bagi orang banyak. Dan yang paling penting, bisa membalas kebaikan orang tua. Walaupun yang saya lakukan tidak seberapa…

Friday, November 16, 2007

Gol…!

Pagi ini, saya ada jadwal olahraga rutin di kantor. Sepakbola. Olahraga yang cukup favorit bagi saya. Bukan untuk dimainkan, tapi sekedar nonton dan komentar aja. Kalo memainkannya di lapangan, nol besar. Tapi, sekedar utak – atik bola di Pro Evolution Soccer 6 atau di Winning Eleven terbaru, lumayan bisa sich.

Meski begitu, saya tetap berangkat ke lapangan di dekat pabrik Konimex. Datang agak telat, langsung turun ke lapangan tanpa sempat warming up. Nanti aja, setelah selesai main. Dasar amatiran…

By the way, saya suka sepakbola. Olahraga yang tidak sekedar mengandalkan fisik dan stamina yang kuat. Atau teknik dribbling yang aduhai.

Strategi, Itu yang membedakan tim hebat dengan tim kacangan dalam permainan sepakbola.

Tanpa strategi, main bola seperti para binaragawan atau sprinter top dunia yang sedang berebut bola. Lebih parah lagi, ibarat pemain sirkus yang melakukan pertunjukan bersama menggunakan 1 buah bola. Ga ada tantangannya…

Main bola, harusnya pakai otak juga. Pasang strategi paling jitu. Kemas dalam suatu manajemen bermain yang efektif dan efisien. Planning, Organizing, Actuating dan Controlling. Gol yang terjadi, itu efek aja.

Sorry, baru bisa komentar…

Preambule





Segala puji bagi Allah ‘azza wa jalla…

Terimakasih buat Blogger dan Google sekeluarga…

Terimakasih untuk semua blog dan blogger yang telah menginspirasi saya…

Akhirnya, setelah menunda sekian lama, saya bisa menayangkan blog ini. Saya yang mengaku copywriter dan bercita-cita jadi penulis, sungguh memalukan baru bisa merilis blog sekarang ini. Mohon maaf kepada rekan copywriter dan penulis di seluruh dunia. Sorry, saya telah mencoreng nama baik profesi kita. Semoga, blog ini bisa menebus kesalahan saya.

Terakhir, selamat buat Anda yang berkenan membaca blog ini. Semoga bukan merupakan kutukan bagi Anda.