Tuesday, March 22, 2011

Kopi vs Produktivitas Kerja






Bagi Anda yang sering bekerja di waktu shift malam, pasti akrab dengan minuman beraroma menyegarkan ini. Apalagi jika Anda seorang pekerja kreatif, kopi sangat identik dengan profesi yang mengharuskan banyak berimajinasi dan sering lembur tersebut. Kopi seolah menjadi obat mujarab untuk memunculkan ide dan semangat kerja. Tapi, ada 1 pertanyaan yang perlu Anda jawab dengan jujur, apakah benar dengan meminum kopi akan meningkatkan produktivitas kerja Anda?


Anda ingin lebih produktif? Jauhi kopi!

Pada tahun 2001, sebuah penelitian di Inggris menunjukkan bahwa kafein (zat yang terkandung pada kopi) dapat menurunkan produktivitas kerja karyawan. Penelitian ini berupa survei kepada 1.000 pekerja kantor untuk mengetahui jumlah kopi yang mereka minum sehari-hari kemudian efeknya tehadap suasana hati ,dan produktivitas kerja mereka.

Penjelasan atas hasil riset tersebut ialah kafein merupakan zat diuretik yang melancarkan proses pengeluaran air kencing dari ginjal. Hal ini akan membuat peminum kopi lebih sering mengunjungi toilet pada jam kerja. Menurut ahli gizi, tidak ada yang salah dengan minum tiga atau empat cangkir kopi siang hari, tetapi harus diimbangi dengan minum air dan jus buah untuk menghindari dehidrasi. Karena, tingkat dehidrasi 2 % saja dapat mempengaruhi konsentrasi dan membuat mudah marah.

Sebagai catatatan tambahan, studi ini dibiayai oleh Volvic Mineral Water, yang tentu saja memiliki kepentingan untuk mengurangi kebiasaan minum kopi atau minuman berkafein lainnya dan menggantinya dengan air mineral yang mereka pasarkan.


Terbukti! Kopi menambah semangat kerja!

Untuk para pecinta kopi, saya yakin bagian ini akan menjadi favorit Anda. Sebuah jajak pendapat pada tahun 2004 menunjukkan bahwa kopi meningkatkan produktivitas pekerja. Berikut ini angka hasil survei tersebut:
- 76% responden mengatakan bahwa minuman panas dapat membuat mereka merasa santai.
- 79% responden menyatakan bahwa minum kopi atau teh membuat mereka lebih produktif.
- 63% responden mengatakan bahwa layanan minuman panas (kopi atau teh) di kantor akan
   mempermudah mereka untuk segera kembali fokus bekerja, daripada harus keluar kantor untuk
   membeli di kedai kopi terdekat.
- 47% responden mengatakan bahwa mereka sangat menghargai layanan kopi gratis yang disediakan oleh     kantor.

Ada 3 alasan mengapa kopi dapat membantu meningkatkan kinerja Anda dalam pekerjaan:
1. Kopi meningkatkan kinerja mental Anda
Minum kopi tidak hanya membantu Anda tetap terjaga tapi juga meningkatkan kewaspadaan dan konsentrasi serta menunda kelelahan mental. Kopi juga meningkatkan memori jangka pendek Anda.
2. Meningkatkan daya tahan dan stamina dalam pekerjaan fisik
Kopi bisa mendorong mental Anda untuk menghindari kelelahan saat melakukan pekerjaan fisik. Hal ini akan menambah kemampuan kita untuk bekerja lebih keras dalam waktu lebih lama .
3. Meningkatkan aktivitas sosialisasi
Ya, minum kopi terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan kemampuan Anda untuk bersosialisasi. Hal ini masuk akal karena minum kopi bisa mengurangi stres dengan menghilangkan hormon kortisol yang bertanggung jawab pada perilaku cepat marah dan gejala stress lainnya. Jika Anda sering nongkrong di kedai kopi (kafe) tentu dapat merasakan suasana kafe yang dapat membantu menghilangkan stres dan mendorong Anda bersosialisasi.


Kesimpulan Anda?

Nah, beberapa beberapa penelitian ternyata lebih mendukung kebiasaan minum kopi saat bekerja dan Anda para pencinta kopi pasti saat ini sedang tertawa gembira. Tapi, apapun hasil riset mengenai pengaruh kopi terhadap produktivitas kerja ini, kuncinya sebenarnya ada pada diri Anda masing-masing. Jika Anda harus bertugas di shift malam atau Anda seorang pekerja kreatif yang harus keluar dari “kotak” untuk mendapatkan ide-ide baru, tentu akan lebih produktif jika ada secangkir kopi di meja kerja Anda. Kesimpulannya ialah meminum kopi dalam batas tertentu dapat meningkatkan konsentrasi dan daya tahan semangat Anda yang akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kerja.


Bagaimana menurut Anda?



- diolah dari berbagai sumber
- sumber gambar: http://www.coffeedetective.com/images/caffeine-the-divine-molecule-maybe-but-it- 
  has-an-odd-effect-on-people-and-small-dogs-21393911.jpg
- ditulis untuk http://lorco.co.id/

Friday, February 18, 2011

Apa cita-cita Anda hari ini?






Bagi saya, cita-cita itu dinamis, selalu tumbuh mengikuti peningkatan kualitas diri. Dulu jaman masih SD, saya bercita-cita menjadi seorang ahli ekonomi. Saya lupa, alasan apa yang membuat bocah belum akil baligh itu punya cita yang berbeda dengan kebanyakan anak seusianya. Mungkin, karena saya doyan melahap berita ekonomi nasional maupun dunia di harian Suara Merdeka, Kompas atau Republika untuk menemani sarapan sebelum saya berangkat sekolah.

Usia SMP, dengan semakin berkembangnya usia dan pelajaran hidup yang menjejali diri, saya memutuskan untuk mengubah cita-cita. Waktu itu menjelang Pemilu 1999, para tokoh politik berlomba menjajakan konsep perbaikan negeri ini. Saya sangat mengagumi salah satu di antaranya sehingga menginspirasi saya bercita-cita menjadi politisi. Sering saya membayangkan, suatu hari akan berorasi tentang demokrasi dan kesejahteraan negeri di panggung politik tanah air. Wow...hebat sekali impian anak usia 13 tahun bercelana pendek selutut itu.

Ketika sekolah di SMA, lagi-lagi saya harus mengubah cita-cita. Berawal dari membaca sebuah buku tentang arsitektur dan tata kota karya Prof. Eko Budihardjo (Rektor Undip saat itu), lentera jiwa saya lirih membisikkan: “Inilah masa depan saya.” Sejak itu, saya mulai menuliskan kata “arsitek” dalam kolom cita-cita di setiap lembar biodata yang harus saya lengkapi. Hingga suatu hari di tahun 2002 ketika ratusan ribu anak lulusan SMA sedang menantikan pengumuman UMPTN tahun itu, saya sedikit tak percaya bahwa Jurusan Arsitektur Undip sudi mengijinkan saya belajar di sana.

Ternyata, cita-cita menjadi seorang arsitek hanya bertahan 2 tahun dalam lembaran hidup saya. Semester ke-5, saya menemukan sebuah kata;“Copywriting” dan saya pun jatuh cinta. Saya mulai belajar bagaimana menulis secara kreatif sekaligus persuasif dan bisa menyampaikan pesan secara efektif serta efisien. Artikel dan ebook tentang bagaimana memasarkan dan menjual dengan kata-kata, menjadi santapan sehari-hari. Hingga saya mulai akrab dengan Periklanan (advertising), Permerekan (branding) dan Pemasaran (marketing), yang semakin meyakinkan saya untuk menjadi seorang Copywriter. Cita-cita itu masih bertahan hingga sekarang, ketika saya sedang merampungkan tulisan ini.

Setiap episode kehidupan adalah misteri, hingga kita selesai melaluinya. Kata Steve Jobs:” Hidup itu menghubungkan titik-titik, yang hanya bisa dilakukan dengan melihat apa yang sudah Anda jalani.” Hingga detik ini, saya masih bebas untuk memutuskan akan menjadi seperti apa di masa depan. Apapun itu, semoga bisa menjadi lentera jiwa dan menjadi manfaat untuk sesama.

Jadi, apa cita-cita Anda hari ini?


- Sumber gambar:  http://www.effective-time-management-strategies.com/images/goal_setting_forms.jpg

Monday, January 10, 2011

Pilih above the line atau below the line?







Hari Sabtu (25/12/10) kemarin, saya ngobrol dengan seorang pelaku usaha kecil menengah (UKM). Di tengah pembicaraan, dia bertanya ” Apa bedanya above the line dan below the line?” Meski sering membaca kedua istilah tersebut, tapi saya masih kesulitan menjelaskannya, khususnya untuk mendefinisikan “line” atau “garis” yang membatas above dan below. Kemudian dia bertanya lagi “Apakah konsep tersebut bisa digunakan dalam bisnis UKM?” dan semakin bingung lah saya.

Konsep above the line dan below the line dalam pemasaran

Istilah above the line dan below the line cukup popular di dunia pemasaran, tapi hingga saat ini belum ada definisi yang pasti untuk menjelaskan konsep tersebut. Salah satu pengertian yang pernah saya dapatkan, above the line meliputi seluruh aktivitas pemasaran yang ditayangkan di media massa (cetak, TV, radio, luar ruang), sedangkan below the line tanpa menggunakan media (pameran, sponsorship.)

Sumber lain mendefinisikan below the line ( BTL) sebagai aktifitas marketing atau promosi yang dilakukan di tingkat pengecer yang bertujuan merangkul konsumen supaya menggunakan atau membeli produk, contohnya : program diskon dan uji coba gratis. Di sisi lain, above the line ( ATL ) adalah aktifitas marketing/promosi yang biasanya dilakukan oleh manajemen pusat sebagai upaya membentuk brand image yang diinginkan, contohnya : iklan di Televisi dengan berbagai versi.

Sebenarnya, istilah “line” (garis) dalam ATL dan BTL itu berawal dari kategorisasi dalam pencatatan keuangan. Kategori pertama berlaku bagi kegiatan pemasaran yang kena komisi biro iklan. Ini dimasukkan dalam biaya penjualan (cost of sales) yang akan menetukan laba kotor (gross profit.) Kategori kedua untuk kegiatan pemasaran non iklan yang tidak kena komisi. Biayanya dimasukkan dalam biaya operasional yang menentukan laba bersih (net profit.) Kedua jenis budget tersebut dipisahkan dengan sebuah garis (line.) Yang mengandung unsur komisi, ditulis di bagian atas neraca, disebut sebagai above the line. Sisanya, dijadikan satu di bawah garis tadi, disebut kelompok below the line.

Menerapkan strategi ATL dan BTL

Di luar beragamnya pengertian above the line dan below the line, konsep tersebut bisa diterapkan oleh UKM dalam bentuk yang lain. Untuk aktivitas ATL, dijalankan untuk membangun brand, sedangkan aktivitas BTL digunakan dalam program penjualan. Kegiatan membangun brand bisa dijalankan berselaras dengan kegiatan penjualan, kedua aktivitas tersebut bisa saling mendukung, untuk mencapai tujuan yang kita inginkan.

Program membangun brand penting untuk menciptakan awareness, sehingga calon konsumen mengetahui produk kita dan akan membelinya. Setelah konsumen membeli produk, selanjutnya ialah merawat hubungan dengan konsumen supaya ia merasa nyaman dan semakin yakin menggunakan produk dan akan melakukan pembelian ulang di masa depan. Kegiatan yang bisa dilakukan antara lain: menjadi memasang iklan di koran atau menjadi sponsor di acara TV lokal.

Program penjualan dilakukan untuk memastikan calon konsumen membeli produk yang sudah dia ketahui (melalui kegiatan membangun merek.) Kadang, konsumen tidak langsung melakukan pembelian meski dia sudah mengetahui produk. Karena itu, perlu program penjualan untuk memicu pembelian produk oleh konsumen. Untuk program penjualan, pebisnis UKM bisa melakukan kegiatan seperti membagi voucher ke calon konsumen potensial atau membuat program diskon di toko.

Bagaimana menurut Anda?

- Diolah dari berbagai sumber
- Sumber gambar: http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSYBJCrs4rej0EdC3z80OV4gjcol-0btBWNzUwTYQbF6cPQTIp4
- Ditulis untuk http://creasionbrand.blogspot.com/